Di Iran,
rupanya tidak sulit menyalurkan syahwat biologis lewat cara ini. Para
pemuda Iran sudah akrab melakoni penyaluran kisah cintanya lewat jalan
mut’ah.
Caranya pun relatif mudah, cukup bagi kita untuk menyambangi tiap
mesjid di Iran yang menyediakan fasilitas mut’ah. Berbeda seperti mesjid
kita sebagai orang Islam, mesjid kaum Syiah memang menyediakan ruangan
khusus untuk melakukan transaksi mut’ah.
Biasanya para perempuan akan ditaruh di bilik-bilik Mesjid dan siap
untuk diperlihatkan kepada laki-laki yang datang. Harga nikah mut’ah pun
bervariasi. Tergantung perempuan mana yang menjadi selera kita,
termasuk juga waktu.
“Mau satu jam atau dua jam?...
Kalau satu jam harganya sekian,” tukas
KH. Kholil menyambung kisah seorang temannya yang pernah kuliah di Iran
dan membuat para peserta menggelengkan kepalanya.
Hebatnya, nikah mut’ah pun tidak mengenal ambang batas. “Tidak ada
batasnya, boleh sampai seribu kali (nikah mut’ah) dalam hari yang sama
dan saat yang sama,” lanjutnya.
Berbeda dengan nikah dalam ajaran Islam yang memakai syarat wali dan
saksi, nikah mut’ah aliran Syiah tidak memerlukan keduanya, “nikah
mut’ah itu tidak perlu pakai wali, tidak perlu pakai saksi. Karena pada
hakikatnya mengandung adanya jual beli.” tambah KH. Kholil bercampur
heran.
“Bagaimana kita mau mengatakan ini nikah muslim jika caranya seperti itu?” tanyanya.
Jika kita mendengar kisah ini, kita jadi teringat akan berita di Iran
baru-baru ini. Menurut sebuah berita, saat ini terjadi pergeseran tren
di Iran dimana nikah mut’ah lebih popular ketimbang nikah secara
permanen.
DR Shahla I’zazi dari Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Sosial Iran, menyatakan
fenomena nikah mut’ah adalah tuntutan sejumlah pejabat Iran yang
menginginkan adanya hubungan gelap antara laki-laki dan perempuan. Oleh
sebab itu, mereka mencoba melegitimasi hubungan ini melalui pernikahan
sementara.
Namun perkembangan nikah mut’ah pun bukan semata-semata karena
tingginya syahwat para pejabat Iran, karena secara statistik menunjukkan
bahwa pelaku nikah mut’ah atau kawin kontrak terbesar justru berasal
dari warga kota Qum. Kota yang dianggap suci dan merupakan pusat
pendidikan ilmu agama, yang sebagian besar lulusannya menjadi ulama Syiah ternama.
Kasus aneh dari nikah mut’ah pun tidak hanya terjadi di Iran. Bahkan
yang lebih menggelikan lagi, dilakukan sekelompok pemuda Syiah di negeri
ini. Majalah Panji Mas- sebelum majalah ini gulung tikar- pernah
menceritakan pengalaman mut’ah sekelompok pemuda Syiah di Indonesia.
Berbeda dengan di Iran yang melepaskan transaksi syahwatnya di dalam
mesjid, sekelompok pemuda Indonesia ini malah melakukannya diatas hawa
sejuk kawasan Puncak. Apa ada mesjid di Puncak yang melaksanakan mut’ah?
Tentu tidak, karena pemuda ini mendatangi Puncak jsutru untuk menemui
para pelacur.
“Jadi sewa pelacur dan menyewa villa.” Kata KH. Kholil.
Di hadapan para pelacur ini, salah seorang perwakilan Syiah kemudian
berkhotbah bahwa apa yang akan mereka lakukan tidaklah perbuatan zina
asal mereka mau menjalani sebuah syarat, yakni dinikahkan secara mut’ah.
“Kita ini bukan mau berzina, tapi mau mut’ah,” ungkap KH. Kholil menirukan suara si pemuda.
Dari kelima pelacur tadi, salah seorang diantaranya ada yang
menitikkan air mata. Ia menangis tersendu-sendu. Namun ada pula yang
tertawa cekikikan.
Karena merasa ada yang aneh, pengkhotbah tersebut lantas bertanya kepada pelacur yang menangis itu.
“Kamu kenapa menangis?”
“Saya nangis karena ingat masa lalu saya, saya ini tamatan pesantren. Saya sedih kenapa saya jadi begini.” jawabnya
“Lah kamu yang cekikikan?” tanya sang pengkhotbah.
“Saya tertawa, masak sih pak ustadz mau maenaja pake ceramah dulu. Maen mah maenaja.” tutup KH. Kholil yang disambut tawa riuh para jama’ah yang hadir dalam acara Ahlussunah Bersatu Menolak Syiah
Dikutip dari www.eramuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar